Kamisan #7 – Game of Love : Kemudian, Aku Mengenalmu

“Kak, kenapa kamu bisa tobat kayak sekarang.”

“Hah? Tobat apa?” aku yang sedang asik mengaduk hot chocolate di depanku langsung menatap mata Citra.

“Ng, tobat apa ya.. Aku juga bingung sih ngomongnya gimana.”

“Atuhlah kamu gimana sih?”

“Oh, gini. Kamu dulu sering jalan berduaan sama cewek ga peduli dia itu siapa kan?”

“Iya. Terus?”

“Nah beberapa minggu lalu kita pernah mau nonton film terus batal gara-gara aku nonton sama temenku. Terus beberapa hari lalu juga kita pernah janjian mau ngopi-ngopi tapi ga jadi. Nah pas itu, kenapa kamu ga ngajak cewek lain aja? Kenapa pas itu kamu malah lebih milih nonton apa ngopi sendirian?”

Aku menatap coklat yang menetes dari ujung sendok di atas cangkirku. “Ceritanya panjang.” aku bergumam. “Tapi semua itu berawal dari..”

——————————————————

Aku melihat nama Karina tertera di layar handphone milikku. Pada getar ketiga, aku mengangkat telepon itu. “Ya, Kar. Ada apa?” aku bertanya tanpa basa-basi.

“Kak.. hiks..” aku kaget mendengar suara yang biasanya ceria itu saat ini terisak.

“Kar? Kamu kenapa?” aku mulai panik.

Setelah beberapa saat aku hanya mendengar isak tangis Karina, dia mulai berbicara. “Kak, kamu bisa ke rumahku? Aku.. Aku putus sama Aldi..”

Aku terkejut. Bayang-bayang pembicaraan kami tadi malam mulai bermunculan di kepalaku. Pembicaraan kami tentang hubungannya dengan Aldi yang memang tidak sehat. Pembicaraan yang berujung ke sebuah saran ‘putus’ yang meluncur begitu saja dari mulutku.

“Oke. Aku ke rumah kamu sekarang.” Selesai berkata seperti itu, aku langsung menutup telepon dan beranjak ke kamar mandi.

Sepanjang perjalanan menuju rumah Karina, pikiranku tidak bisa fokus. Beberapa kali aku nyaris menabrak atau menyerempet sesuatu atau seseorang. Ada penyesalan yang menyelinap ke dalam hatiku. Entah kenapa aku bisa dengan mudahnya menyarankan mereka untuk putus.

Satu jam kemudian, aku sampai di depan rumah Karina. Aku mengirimkan sebuah pesan pendek yang memberi tahu bahwa aku sudah berada di depan rumahnya. Selesai memencet tombol send, aku menyalakan sebatang rokok untuk menemaniku menunggu. Sengaja aku tidak memencet bel atau mengetuk pintu karena aku tahu bahwa Karina tinggal sendirian di rumahnya yang berada di bilangan Jakarta Selatan ini. Jadi aku mengenyahkan basa-basi sopan santun ketika bertamu ke rumah seseorang.

Sedang asik melihat twitter di layar handphoneku, aku mendengar suara pagar pintu rumah dibuka. Ketika menoleh, aku melihat Karina berdiri di depan pagar, dengan mengenakan short dress dan wedges. Aku terpana. Beberapa tahun aku mengenal dia dan ikut acara keluarganya, tidak pernah sekalipun aku melihat dia menggunakan short dress seperti ini. Tapi beruntungnya akal sehatku cepat menguasai keadaan. Aku membuang rokok yang masih tersisa setengah batang, dan berjalan menghampirinya.

“Kar, aku minta maaf. Tapi aku mau kamu ganti baju yang lebih santai. Gpp, aku tunggu.” Aku berkata sambil tersenyum.

“Tapi Kak?” dia langsung memprotes.

“Kar, aku naik motor. Dengan pakaian seperti itu aku yakin kamu ga bakal nyaman aku bonceng di belakang. Jadi, kamu ganti baju ya? Kaos sama jeans oke kok.”

Dia menatap mataku. Masih ada sisa rasa protes di kedua matanya. Tapi sesaat kemudian dia menghela nafas. “Yaudah, yuk kamu masuk dulu. Temenin aku ganti baju.” Katanya sambil menarik tanganku.

“Jangan. Aku tunggu di luar aja.” Kataku sambil tersenyum dan menarik tanganku dari genggaman tangannya.

Dia menoleh dan menatap mataku lagi sebelum akhirnya menyerah dan masuk ke dalam rumah untuk berganti baju. Begitu dia masuk ke dalam rumah, aku duduk di bangku yang berada di depan pagar rumahnya. Tuhan, apa yang telah aku lakukan tadi malam? Aku berkata di dalam hati sambil menghela nafas.

——————————————————

“Kenapa kamu ga ikut masuk aja, Kak?” Citra bertanya iseng sambil tertawa.

“Ga mau. Wanita kalau lagi patah hati gitu bahaya. Yang aslinya ga bisa ditebak, bakal jadi lebih susah ditebak lagi.”

“Mm.. Bener juga sih. Terus gimana kelanjutannya?”

“Ng.. Gimana lagi ya.. Udah sih abis itu aku jalan-jalan, makan, terus nonton doang. Ga kemana-mana lagi.”

“Loh gitu doang? Masak iya kamu tobat cuma gara-gara itu?”

“Waktu itu dia cerita kenapa dia putus sama Aldi. Dia kebawa omonganku yang nyaranin dia buat putus. Malam sewaktu dia lagi texting sama aku itu dia lagi berantem juga sama si Aldi. Dan itu berlanjut sampe paginya. Akhirnya karena dia udah capek, dia minta putus sama Aldi.”

“Capek kenapa memang? Bukannya dia yang memilih Aldi?”

“Iya, emang benar dia yang memilih Aldi. Tapi pas jadian, mereka juga agak ga serius sih. Si Aldi cuma ngomong ‘gue sayang lu nih. Mau jadi pacar gue ga?’ gitu doang. Dan dia tanpa mikir panjang juga langsung mau. Abis itu baru deh kelihatan si Aldi itu gimana. Sering bentak-bentak ga jelas, ga bisa ngontrol emosi, egois, dan lain-lain. Padahal mereka belum ada dua bulan.”

“Oh, gitu. Pantes aja. Tapi itu ga menjawab kenapa kamu bisa jadi tobat kayak sekarang loh, Kak.” Citra mulai cemberut.

“Pas Karina pacaran sama Aldi, aku masih sering ketemu sama dia. Meski cuma sekedar nonton apa makan berdua. Suatu waktu, si Aldi tahu aku sama Karina lagi nonton berdua. Dia nyamperin ke mall tempat kami nonton dan nyuruh Karina keluar meski filmnya belum selesai. Yaudah aku sama Karina keluar. Waktu ketemu Aldi, ya aku biasa aja. Tapi aku tahu kalau Aldi ga suka. Aku melihat rasa suka itu ada di matanya. Dan tidak lama kemudian, mereka putus.”

“Tapi Karina bukan perempuan pertama yang kayak gitu kan, Kak? Yang pacarnya ga seneng gara-gara kamu deket sama dia?”

“Pertama sih bukan. Tapi yang sampai bikin aku ikut campur secara langsung di hubungan dia sama pacarnya itu baru Karina. Biasanya aku ga pernah ikut campur urusan internal sebuah pasangan. Aku jalan sama cewek yang udah punya pacar itu juga random. Aku ngajak, dia mau, ya oke kami jalan. Ga peduli dia punya pacar apa ga. Kalau suatu saat dia ada masalah sama pacarnya, ya itu urusan mereka. Aku ga mau ikut campur. Salah sendiri mau aja waktu aku ngajak jalan.”

“Kok agak gimana ya..”

“Aku brengsek, ya?” aku tertawa. “Aku dulu memang seperti itu, Cit. Sampai aku pernah jatuh cinta ke seseorang, dan dia pergi karena sifatku yang seperti itu. Setelah kepergiannya, saat itu aku belum bisa menemukan lagi sosok wanita yang sanggup membuatku jatuh cinta seperti itu. Tetapi waktu itu, aku berjanji. Ketika aku menemukan wanita itu, aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama dengan yang dulu pernah aku lakukan.”

“Kemudian?”

“Kemudian, aku mengenalmu.” Aku tersenyum.

5 thoughts on “Kamisan #7 – Game of Love : Kemudian, Aku Mengenalmu

  1. kezjo July 5, 2014 at 11:40 pm Reply

    akhirnyaaa…ada yg happy ending di kamisan7 :D

  2. Empat Sayap July 4, 2014 at 9:48 pm Reply

    brb nyelesain draft novel sebelum disalib Adji

    ~~~~~~/o/

  3. Empat Sayap July 4, 2014 at 9:01 pm Reply

    ketika Kamisan ini selesai, kamu mungkin sudah bisa cetak satu novel :p

    • Adji Nugroho July 4, 2014 at 9:05 pm Reply

      aku berharap ada penerbit yang ngelirik sebenarnya, Ar. #eh

      ~ ~ ~ /o/

      • Empat Sayap July 4, 2014 at 9:51 pm

        brb nyelesain draft novel sebelum disalib Adji

        ~~~~~~/o/

Leave a comment