Kamisan S3 #1 – Dunia Abu-Abu

Aku membuka mata dan mendapati diriku sedang berada di antara gedung-gedung tinggi yang berada di salah satu kawasan niaga terbesar di kota ini. Aku sangat hapal tempat ini karena aku berkerja di salah satu gedung yang ada di sini.

Sebelum pikiranku sempat menerjemahkan apa yang sedang terjadi, mendadak hujan turun. Secara reflek aku mengangkat tangan dan membuka payung yang entah bagaimana bisa ada di dalam genggaman tanganku. Begitu payung itu terbuka secara sempurna, trotoar tempatku berpijak menghilang. Membuatku kehilangan keseimbangan dan terjun bebas ke dalam kegelapan.

Aku membuka mata dengan perasaan takut. Setelah aku bisa bepikir dengan jernih, aku melihat langit-langit kamar rawat inap di salah satu rumah sakit tempat aku menjalani perawatan. Jam dinding menunjukkan pukul 2 dini hari. Entah karena efek obat bius yang belum sepenuhnya hilang atau karena efek dari rasa takut akibat mimpi yang baru saja terjadi, aku tidak bisa menggerakkan badanku. Aku hanya bisa mengerang secara perlahan.

———-

Aku membuka mata dan mendapati diriku kembali berada di antara gedung-gedung tinggi ini. Kali ini aku bisa berpikir lebih jernih. Aku berusaha mengumpulkan informasi lebih banyak tentang apa yang sedang terjadi. Beberapa saat kemudian, aku menyadari beberapa hal. Aku sendirian di sini. Tidak ada orang lain. Bahkan jalanan yang ada di depanku kosong.

Hujan kembali turun. Aku reflek mengangkat tangan dan membuka payung yang sedang aku bawa. Ketika payung itu terbuka sempurna, aku menyiapkan diri untuk menghadapi hal selanjutnya. Trotoar yang menghilang dan aku terjatuh ke dalam kegelapan.

Tapi ternyata hal itu tidak terjadi.

Aku memandangi trotoar yang aku pijak. Masih seperti biasa. Tidak. Seperti biasa kurang tepat untuk menggambarkannya. Trotoar tersebut berwarna abu-abu. Berbeda dengan trotoar biasa yang aku ingat berwarna hitam-putih. Aku terkejut dan kembali melihat ke sekeliling. Setelah aku perhatikan kembali, gedung-gedung yang ada di depanku dan lampu lalu-lintas yang berada di ujung jalan juga berwarna abu-abu. Seluruh dunia ini berwarna abu-abu.

Secara refleks aku bergumam, “ini di …”, sebelum ucapanku selesai, trotoar tempatku berpijak menghilang dan membuatku terjun bebas ke dalam kegelapan kembali.

Aku membuka mata dengan perasaan takut dan mendapati diriku kembali ke kamar rawat inap. Bedanya, saat ini kamar ini sedang dipenuhi beberapa orang. Aku melihat beberapa orang yang aku kenal berada di ruangan ini. Setelah aku bisa berpikir jernih, aku melihat jam dinding dan menyadari kalau saat ini adalah jam jenguk. Salah satu dari mereka menyadari bahwa aku mulai membuka mata, dan mulai berjalan mendekat. Ucapan semoga lekas sembuh mulai berdatangan. Aku hanya bisa tersenyum dan mengangguk perlahan.

———-

Aku membuka mata dan kembali mendapatkan diriku berada di dunia abu-abu tersebut. Aku memandang sekeliling dan menyadari bahwa saat itu sedang hujan deras ditambah angin kencang. Memaksaku mempererat genggaman pada payung yang berada di tanganku saat itu.

Setelah beberapa saat, hujan deras itu mereda, dan akhirnya berhenti sama sekali. Aku mencoba memahami lebih lanjut tentang apa yang sedang terjadi

Secara tiba-tiba, aku mencium wangi kopi yang baru diseduh dan roti yang baru saja keluar dari oven. Karena rasa penasaran yang begitu besar, aku berlari menyisiri trotoar mencari asal dari wangi kopi dan roti tersebut. Entah bagaimana ceritanya, aku terpeleset sesuatu dan terjatuh. Secara reflek aku memejamkan mata dan menunggu benturan dengan trotoar tempatku terjatuh.

Tapi ternyata itu tidak terjadi.

Begitu membuka mata, aku telah kembali ke dunia yang aku kenal. Ruang rawat inap di salah satu rumah sakit terbesar di kota ini. Aku menoleh ke sebelah dan mendapati Ani sedang menyiapkan makan siang untukku.

Dia tersenyum ketika sadar bahwa aku sudah membuka mata.

———-

Aku membuka mata dan kembali mendapatkan diriku berada di dunia abu-abu. Aku melihat sekeliling. Rintik yang tersisa dan aspal yang masih basah memberikan tanda bahwa hujan baru saja selesai. Aku kembali mencium wangi kopi dan roti yang membuatku penasaran. Tapi belajar dari pengalaman yang lalu, aku tetap berdiri mematung. Memaksa kaki tidak bergerak meski kepalaku penuh dengan rasa penasaran tentang asal wangi tersebut.

Tidak lama kemudian, wangi tersebut semakin jelas tercium oleh hidungku. Sampai akhirnya aku menyadari bahwa wangi tersebut berasal tepat dari belakangku. Ketika aku memutar badan, aku mendapati seorang wanita bergaun ungu sedang berdiri di sana. Satu tangannya memegang payung dan tangan lainnya membawa nampan yang berisi secangkir kopi dan segelas roti.

Aku tersenyum. Secara refleks, tanganku meraih cangkir kopi tersebut dan menyeruputnya dalam-dalam. Aku mulai menyadari apa yang sedang terjadi dan apa arti dari mimpi-mimpi ini. Secara perlahan, dunia abu-abu yang aku tempati saat ini mulai berubah menjadi dunia penuh warna.

Tagged: ,

Leave a comment