Category Archives: Flash Fiction

Kamisan #5 – Wishy Washy : Tentang Takdir

“Mbel, menurut lu apa yang sebenarnya kita lakukan di dalam hidup? Menjalani takdir atau menuliskan takdir?”

Aku tertegun sejenak mencermati kata-kata yang baru saja aku katakan. Entah kenapa tiba-tiba kata-kata itu keluar dari mulutku ketika aku dan gembel sedang asik ngobrol -yang tentu saja diselingi curhat-curhat tersembunyi- sembari menyeruput beberapa cangkir kopi. Iya, beberapa. Karena kopi yang sedang aku seruput sekarang ini adalah kopi hitam gelas ketiga dalam rentang waktu satu jam ini.

“Lu sehat kan, dji? Ga gara-gara kebanyakan minum kopi?”, katanya heran.

Continue reading

Kamisan #4 – Halusinasi : Aku Melihatnya Tersenyum

Hari yang menyenangkan, batinku sambil melepas sepatu di sofa yang ada di teras rumah.

Sambil bersantai sejenak di teras rumah, aku memikirkan hal-hal yang terjadi pada hari ini. Beberapa hari lalu, entah aku mendapat bisikan dari mana, aku nekat mengajak Citra untuk jalan-jalan keliling Jakarta. Sebenarnya aku agak pesimis dia mau ikut mengingat bahwa kalau aku ingin rencanaku hari ini berhasil, aku harus mengajak dia keluar dari pagi. Padahal dia salah satu wanita yang sangat peduli terhadap panas matahari. Tapi tanpa aku sangka, dia setuju untuk ikut. Dan jadilah kami mengikuti Jakarta City Tour yang dimulai dan berakhir di Monumen Nasional.

Continue reading

Kamisan #3 – Endorphin : Sebuah Janji

Sabtu malam ini kamu ada acara? Kalau tidak dan kamu mau, bagaimana kalau kita dinner?

Aku melihat baris terakhir dari pesan teks yang dikirimkan oleh Adji tadi malam. Pesan teks itu, entah bagaimana, berhasil membuat gaduh hatiku di pagi yang biasanya tenang-tenang saja. Setelah berpikir sejenak, aku memutuskan untuk tidak langsung membalas pesan itu. Lebih baik aku membalas pesannya nanti ketika aku sudah bisa berpikir lebih jernih.

“Cit, bangun. Subuhan dulu.”, tiba-tiba aku mendengar mama mengetuk pintu.

“Iya, Ma. Citra udah bangun kok.”.

Continue reading

Kamisan #2 – Kartu Pos : Untuk Apa Berjuang?

Jakarta. Kota megapolitan negara dunia ketiga yang seakan tidak pernah beristirahat. Aku mengecek jam dan menghela nafas. Nyaris jam 12 malam dan jalan tol lingkar dalam Jakarta ini masih saja macet. Padahal aku sengaja mengambil jadwal penerbangan malam dari Surabaya karena berharap bisa cepat sampai rumah. Karena aku sudah tidak tahan lagi untuk tinggal di Malang lebih lama.

Padahal dia menunggu kamu, Dji..

Continue reading

Kamisan #1 – Pernikahan : Dia Menunggu

Aku ga mungkin sama Adit, Dji. Aku ga yakin bisa menjalani hidup sama dia!

Entah kenapa kata-kata yang beberapa tahun lalu pernah diucapkan oleh Dian, salah seorang sahabatku, hadir begitu saja ketika aku sedang menyaksikan prosesi Ijab Kabul antara dia dengan Adit. Hal itu membuatku tesenyum di dalam hati.

“Akhirnya menikah juga mereka.”.

————————————————————-

Salah satu hal yang menyenangkan ketika kita melanjutkan kuliah di kota yang terkenal sebagai kota mahasiswa adalah, kita sadar kalau kita tidak sendirian dan kita memerlukan orang lain untuk bertahan hidup. Puncak dari hal itu adalah saat Orientasi Mahasiswa Baru. Perlakuan tak menyenangkan dari senior kampus dengan dalih hukuman membuat Adit dan Dian, yang saat itu juga sedang asik menikmati panas matahari jam 12 siang di bawah tiang bendera, menjadi sahabat dekatku.

Continue reading

Hallo, Mr. PHP

Hujan deras yang mendadak turun ini membuatku berniat untuk membelokkan motor ke salah satu cafe pertama yang aku temui. Beruntungnya, aku tidak perlu menjalankan motor lebih jauh lagi untuk menemukan cafe yang masih buka selarut ini.

“Jakarta memang kota yang tidak pernah mati..”, kataku di dalam hati sewaktu melihat jam tangan yang menunjukkan pukul 1 dini hari.

“Selamat malam, mas. Mau pesan apa?”, sapa seorang barista sesaat setelah aku duduk di salah satu meja yang diperuntukkan untuk dua orang.

“Iced Cappucinno with extra espresso shot. Iced ya mbak, bukan frappe.”, pesanku secara spesifik.

Continue reading

Mengetahui Waktu

“Bisakah kamu tetap berjalan ketika kamu mengetahui pendek sisa waktumu?”. 

Awalnya aku tidak sadar arti dari perkataan itu. Sampai pada suatu hari ada seorang dokter yang berkata dengan kesedihan yang tidak dibuat-buat, “Maaf nak, kamu hanya punya waktu sekitar 6 bulan.”.

Saat itu aku hanya bisa terkejut. Menangis dalam diam, tanpa mengucapkan sepatah kata apapun. 

Continue reading

Aku Baik-Baik Saja

Halo sang penikmat senja. Apa kabar?

Aku tertegun sejenak. Meski bukan sebuah nama yang tertulis di bagian pengirim pesan, aku sadar sepenuhnya kalau pesan itu berasal dari kamu. Karena tidak ada lagi orang lain yang memanggilku seperti itu. Sang penikmat senja.

Continue reading

Pesan Singkat

— menu

— messages

— create messages

to: kamu

kamu lagi apa? aku kangen..

— menu

……..

— back

— backspace

— hold delete

to: kamu

ada acara ga hari ini?

— menu

……..

— backspace

— hold delete

— delete receiver

— back

— standby

Mungkin, memang belum saatnya

“Audina?”.

Gadis cantik berumur pertengahan 20 tahun yang duduk sendirian di meja depanku menoleh.

“Iya. Siapa ya?”, katanya sambil menatap heran.

“Ga ingat aku? Tingkat 1 kelas 15 jurusan Informatika?”, kataku, memaksa gadis itu mengerutkan kening demi mengakses sekelumit informasi yang tertinggal di ujung ingatan.

“Sebentar. Mm… Setya?”, katanya menebak.

Aku tersenyum. “Iya bener. Gimana kabarnya? Kerja dimana sekarang?”.

Continue reading